10 - Tak Terkalahkan

Rabu, 19 Juni 2013

Kamis, 8 September 2016

“Kamu dah lihat Caca belum?” “Caca sekarang berjilbab!” “Caca pake jilbab!” “Woi sekarang Caca berjilbab!”

Berita itu menyebar cepat sekali. Aku sedang membayar uang wisuda waktu berita itu sampai di telingaku. Sulit dipercaya! Perempuan tercantik di kampus yang selama ini tak pernah berjilbab sekarang mulai mengenakan jilbab! WOW!


Aku yang waktu itu tidak begitu saja percaya langsung mencari Caca untuk mencari kebenaran berita itu. Sambil bersembunyi di salah satu tiang di teras gedung Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, aku mengintip ke taman tempat Caca dan teman-temannya sedang duduk.

“Ya ampun!” seruku keceplosan. Ternyata rumornya benar! Caca memang berjilbab. “Cantik sekali!”

Aku tidak akan mengenali Caca jika bukan karena mata jernihnya yang selalu berbinar itu. Cantik sekali! Caca menggunakan salah satu model pashmina yang cukup simpel. Ia melilitkan jilbab merah mudanya yang cukup tebal dan lembut melingkar lalu menyampirkan sebuah bros bunga kecil yang warnanya sedikit lebih gelap ke dekat bahunya di sebelah kiri untuk membuat kesan manis.

Tak peduli model apapun pakaian yang ia kenakan, Caca memang selalu terlihat manis. Hampir semua orang yang bertemu dengan Caca hari itu bertanya apa yang terjadi. Caca hanya tersenyum untuk memberi mereka jawaban.

Saat itu dalam benak Caca, Farhan sudah tamat. Hanya dalam tiga hari, atau paling lama seminggu, Caca akan melihat Farhan memohon agar ia menerima cintanya. Yang perlu Caca lakukan hanyalah bersabar dengan rasa panas dan gatal di rambutnya dan dengan pertanyaan dan komentar orang-orang yang ada di sekitarnya selama beberapa hari.

Caca sedang berjalan ke Masjid waktu Febi berpapasan dengannya pagi itu.

Oh my God! Itu kamu Ca?” pekik Febi yang hampir tak mengenali temannya.

“Psstt... Jangan bikin tambah heboh deh Feb. Siap-siap aja kerjain tugasku ya,” bisik Caca ke telinga Febi.

“Waduh, kayaknya aku bakalan kalah ya,” ledek Febi cekikan, “Eh wait wait, jangan-jangan kamu beneran suka sama Bang Farhan ya Ca?”

“Nggak!” bantah Caca keras-keras, “aku udah cukup kesal gara-gara dia dan rasa panas ini Feb. Jadi sebaiknya kamu gak usah bikin aku kesal juga ya. Sekarang aku mau ke tempat Bang Farhan dan dalam tiga hari aku bisa pastiin gak ada cowok yang gak bisa aku taklukin.”

“Ya ampun Ca. Aku jadi takut ngeliat kamu berapi-api begitu tapi sekarang ini kita masuk jam pak Isran lho!”

“Amankan aja absenku. Aku ke Masjid dulu ya.”

Febi mau bilang kalau hari itu adalah jadwal ujian tengah semester tapi ia tahu itu tak akan mengubah arah Caca, “OK deh! Good luck Ca!”

Tidak sampai semenit Caca sudah berada di masjid kampus yang luas. Ia mencari seorang nazir masjid untuk bertanya dimana Farhan. Baginya ini bukan hanya soal taruhan. Lebih dari itu, ini adalah soal bagaimana ia membuktikan diri pada teman-temannya.

Setelah tahu laki-laki yang ia cari sedang berdiskusi di sisi belakang masjid, Caca langsung menuju ke tempat itu dan menemukan Farhan sedang duduk melingkar berdiskusi dengan adik-adik organisasinya.

"Maaf ya bang tapi kali ini, abang gak akan menang lagi," gumam Caca dari kejauhan.


***


Sejak tadi Farhan sudah merasa ada yang memperhatikan tapi baru ketika menoleh ke belakang ia benar-benar tahu. Seorang perempuan berjilbab terlihat menunggunya di dekat salah satu tiang masjid. Farhan yang tidak mengenali Caca dalam jilbabnya hanya bisa menerka. Siapa gadis itu?

Tidak lama kemudian liqo’ mingguan mereka selesai. Beberapa adik organisasinya bubar menuju kelas masing-masing sedangkan beberapa lainnya menjauh membentuk kelompok diskusi kecil lagi. Melihat itu, si gadis pun berdiri dan berjalan mendekat.

Setelah cukup dekat barulah Farhan menyadari siapa gadis berjilbab itu. Farhan nyaris tidak percaya apa yang ia lihat. Gadis itu adalah perempuan yang kemarin menggangunya. Sekarang ia telah benar-benar mengenakan jilbab. Bukan jilbab besar sih, tapi ia mengenakannya.

Farhan cepat-cepat melipat kakinya kembali duduk bersila dengan rapi. “Kamu yang ngerusuh di perpustakaan dan di Book Fair kemarin kan?” tanya Farhan memulai duluan.

“Iya,” jawab Caca tertunduk menyembunyi pipinya merona karena malu.

“Ada apa kamu kemari?” tanya Farhan cepat tak ingin terhanyut dalam pesona dan angan-angan.

“Caca udah baca buku yang kemarin,” katanya menjelaskan. Ada jeda sejenak sebelum ia melanjutkan, “Caca jadi sadar bang, kalau ternyata selama ini Caca udah ngelakuin banyak banget kesalahan.”

Farhan coba mengingat-ingat buku yang mana yang Caca maksudkan. Ia tak tahu kalau buku itu berhasil mengubah perempuan yang ada di depannya ini. “Yaudah syukurlah. Alhamdulillah, abang lihat Caca udah langsung berjilbab, itu udah awal yang bagus.”

“Gak juga kok bang,” Caca masih latihan, “abang gak tahu betapa gatalnya rambut Caca sekarang kan?”

Farhan tertawa kecil, “memang begitu pada awalnya. Kalau pakai high-heel untuk jalan ke mall aja kamu tahan, masa pakai jilbab untuk jalan ke surga kamu gak tahan?”

Caca diam saja. Pasti dia sedang mengangguk-angguk dalam pikirannya. “Oh iya bang. Ada banyak yang mau Caca tanya sama abang. Abang ada waktu gak?” tanya Caca dengan suara memanja.

Farhan tak memperlihatkan tanda-tanda ketertarikan di wajahnya, “Kalau sekarang nggak dek, nanti sore aja ba’da ashar gimana?”

“Nanti sore juga boleh. Yaudah makasi ya bang. Caca balik ke kelas dulu.”

“Iya,” jawab Farhan berusaha sedatar mungkin.

“Assalamuaikum bang.”

“Waalaikum salam,” jawabnya sambil entah kenapa tersenyum.

Seorang pemuda dengan jas dan kopiah hitam keluar dari dalam masjid dan menghampiri Farhan tepat saat Caca meninggalkannya. Mengetahui ketua organisasinya baru bicara dengan seorang perempuan pemuda itu bertanya, “siapa Akh?”

Farhan yang tak ingin menjadi contoh buruk bagi adik-adik organisasinya cepat-cepat menghapus senyum dari wajahnya dan kembali bersikap serius. “Ehm, itu... Itu perempuan yang baru berjilbab.”

“Oh, kirain akhwat yang sepupu akhi mau jodohin itu.” ujar pemuda itu.

“Nggak ah! Siapa bilang?” jawab Farhan menyangkal. “Akhi juga belum tahu yang mana orangnya.”

“Jadi kenapa gak dia aja Akh? Dia cantik dan mau jadi lebih baik. Kurang apa lagi coba?”

“Entahlah,” jawab Farhan, “Eh antum kok jadi campurin urusan ana gini sih? Udah ah!”

“Yaudah Akh, jangan marah. Ana kan cuma saran.”

“Iya, iya. Cantik sih memang. Cantik jiddan malah tapi itu bukan alasan cukup kan? Lagian dia itu masih perlu banyak belajar lagi.”

“Sepakat Akh,” sahut pemuda itu.

Farhan memutar kepalanya dan menyadari kalau adik organisasinya tampak sedikit berbeda hari itu. “Wah, keren bener antum pake jas begitu! Habis sidang?”

“Belum Akh. Ini baru mau mulai. Ana kesana dulu Akh!”

Tafadhal, tafadhal!” jawab Farhan ketika pemuda itu berdiri dan pergi.

Beberapa saat setelah pemuda itu pergi, Farhan kembali memikirkan Caca. Ia ingin sekali tidak percaya tapi gadis itu tampak benar-benar sudah berubah. Farhan hanya berharap hatinya bisa mengikuti apa yang ia katakan. Sampai jumpa nanti sore penganggu...

Lanjut? Klik disini!
Bagikan via:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar