Pernahkah kalian merasa berat dengan beban yang sedang kalian pegang kemudian berharap agar beban itu dapat segera hilang? Pernahkah kalian berharap bisa lari dari suatu tempat yang penuh masalah ke tempat yang lebih nyaman dan bebas stres? Aku pernah.
Dulu waktu masih sekolah di MAN, kadang aku mengeluh betapa banyaknya tugas yang dibebankan kepadaku. Beban itu semakin menjadi-jadi saat Ujian Nasional datang. Saat itu aku berharap bisa segera lulus agar semua beban ini hilang dan aku bisa hidup tenang.
Hari pengumuman pun tiba dan aku dinyatakan lulus. Maka aku bergembira karena beban itu telah hilang sudah. Hari-hari pun berjalan dengan sangat indah. Tapi ternyata itu tidak berlangsung lama, karena aku segera saja harus menghadapi ujian SBMPTN.
Kemudian hari pengumuman kelulusan SBMPTN pun tiba dan sekali lagi aku bergembira. Akhirnya kini aku resmi menjadi mahasiswa. Waktu itu aku belum sadar kalau kelulusan itu hanyalah pintu menuju ujian lainnya yang tak kalah sulit dari ujian sebelumnya.
Kehidupan kampus yang kukira akan berjalan dengan indah ternyata tidak seperti yang kubayangkan. Kuliah mungkin punya jam tatap muka yang lebih sedikit tapi ternyata tugasnya jauh lebih dahsyat. Jika saja waktu di MAN aku tahu akan begini sulitnya, mungkin aku tidak ingin buru-buru.
Sekarang aku sedang mengerjakan skripsi dan kalian harus tahu kalau aku benar-benar suntuk dibuatnya. Aku ingin menenangkan diriku, “Badai pasti berlalu begitu juga skripsi. Everything is gonna be alright.” Tapi beberapa kali di-PHP-in kebahagiaan dan kehidupan membuatku mundur sejenak dan berpikir, “Benarkah?”
Pahamkah kalian apa yang kurasakan? Adakah disini yang bisa memberiku tahu kapan pencarian akan ketenangan dan kebahagiaan ini akan berakhir? Apakah saat aku lulus? Mendapatkan pekerjaan? Mendirikan perusahaanku sendiri? Memiliki uang satu milyar? Jika ada yang benar-benar sudah mencapai itu semua tolong beritahu aku sebenarnya kapan kehidupan akan benar-benar menjadi menyenangkan seperti di akhir cerita film Disney. Hidup bahagia selama-lamanya ...
Cause I wonder if happy ever after did exist.
PELANGI KEBAHAGIAAN
Beberapa kali ditipu oleh harapan palsu tentang akhir dari segala beban membuatku berpikir bahwa kebahagiaan tak ubahnya seperti pelangi yang sangat indah. Semua orang ingin datang dan membawanya pulang. Tapi saat kamu pikir sudah berjalan cukup jauh untuk mendekatinya, ia tidak benar-benar berada di sana. Yes, I know. It hurts here.
Aku pun semakin yakin dengan teori ini saat mengetahui teman-temanku yang sudah duluan wisuda juga tidak terlalu bahagia dengan posisi mereka sekarang.
“Aku lagi pusing cari kerja. Kalau ada lowongan bagi-bagi ya bro!”
“Aku baru tahu aturan pegawai di kantor ini ketat. Ada tahu lowongan kerjaan lain gak bro?”
“Aku lagi bingung disuruh kawin sama emakku. Ada kenal cewek yang seleranya standar gak bro?”
Sekarang aku tahu bahwa berbahagia bukanlah soal mencari posisi yang tepat karena ada terlalu banyak orang dewasa yang ingin kembali muda sementara anak kecil ingin cepat besar. Berbahagia bukanlah soal tinggal di rumah yang tepat karena ada terlalu banyak orang kaya yang iri pada yang miskin sementara yang miskin iri pada yang kaya. Berbahagia juga bukan soal berada di negara yang tepat karena sementara di Indonesia banyak orang yang ingin tinggal di Jepang, ada banyak juga orang Jepang yang ingin tinggal di Indonesia.
Jika memang soal mengejar impian dan harapan maka mungkin akulah orang yang baru akan bahagia di surga nanti karena aku baru akan bahagia jika aku sudah menyelesaikan kuliahku, menjadi diriku seutuhnya, menjadi anak yang berbakti pada orang tua, menjadi teman yang baik bagi semua orang, melanjutkan studi ke Jerman atau Malaysia, menjadi seorang matematikawan yang diakui dunia, menikah dengan gadis baik yang bisa menjadi pelengkap hidupku, membangun sebuah komplek perumahan untuk tempat tinggal keluarga besarku, dan memberi kontribusi yang banyak bagi perbaikan tanah air.
Berbahagia bukanlah soal itu semua. Berbahagia bukan soal bagaimana memiliki semua yang nikmat tapi bagaimana menikmati semua yang kita miliki. Berbahagia bukan soal bagaimana melakukan yang kau cintai tapi bagaimana mencintai yang kau lakukan.
Aku bersyukur tidak perlu berjalan keliling dunia meninggalkan seluruh harta yang kupunya seperti para sufi-sufi zaman dahulu hanya untuk menemukan dan mempelajari kata-kata yang sangat berharga yang telah dituliskan seseorang di internet ini.
Jika kamu tidak dapat menemukan kebahagiaan dalam dirimu maka tak ada gunanya kamu mencarinya di tempat lain.
Mungkin banyak hal yang membuatku kesal belakangan ini, termasuk skripsi ini. Tapi andai saja pelan-pelan aku mau menyadari banyak hal lain yang masih bisa kusyukuri mungkin akhirnya aku akan benar-benar bahagia disini sekarang juga.
JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN
Aku tidak tahu bagaimana jalan kalian menuju bahagia tapi aku telah menemukannya. Pada akhirnya aku sadar bahwa tak ada apapun yang perlu kulakukan selain:
- Menyadari bahwa kini aku telah menjadi seorang mahasiswa yang dari dulu sangat aku inginkan.
- Menyadari bahwa kini aku telah memiliki sebuah handphone layar sentuh yang dulu sangat aku idam-idamkan.
- Menyadari bahwa kini aku masih tinggal dalam sebuah rumah yang mencukupi segala kebutuhan harianku.
- Menyadari bahwa aku masih bisa mengendarai kendaraan untuk pergi mengajar dan mencari rezeki.
- Menyadari bahwa tidak ada tempat lain yang lebih baik selain di sini, di rumahku, di Indonesia.
- Menyadari bahwa aku masih mendapat cukup banyak teman dan cinta dari orang-orang yang ada di sekitarku.
- Menyadari bahwa tidak ada seorang pun atau suatu apapun atau waktu atau hal abstrak apapun yang bisa membuatku lebih bahagia selain dengan berdamai dengan diriku sendiri.
Aku belum bisa mengamalkan semuanya sepenuhnya tapi aku akan terus berusaha dan aku harap kalian juga begitu. Akhir kata semoga tulisan ini membantu kita untuk berpikir lebih positif dan banyak bersyukur. Sebagai tambahan saya juga akan berbagi kisah tentang orang yang tidak mau bersyukur dalam Najib Pilih Mati – silakan dibaca.
Bagikan via:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar